
Tradisi Tahun Baru di Korea Utara yang Tidak Biasa
infokorea – Ketika dunia bersuka cita menyambut pergantian tahun dengan kembang api, konser musik, dan hitung mundur yang meriah, ada satu negara yang merayakan Tahun Baru dengan cara yang sama sekali berbeda dari negara lainnya: Korea Utara. Negara yang dikenal dengan sistem politik tertutup ini memiliki tradisi, aturan, dan nuansa perayaan yang unik bahkan terkadang mengejutkan jauh dari hingar bingar perayaan global yang umum dikenal masyarakat dunia.
Dalam artikel ini, kita akan menyelami bagaimana sebenarnya rakyat Korea Utara menyambut Tahun Baru. Apa yang membedakan perayaan mereka dari negara-negara tetangganya seperti Korea Selatan, Cina, atau Jepang? Sejauh mana propaganda negara berperan dalam membentuk atmosfer Tahun Baru? Dan seperti apa kehidupan rakyat biasa saat momen yang semestinya menjadi waktu untuk harapan dan perayaan itu berlangsung?
Dengan kalimat-kalimat yang bervariasi dan mendalam, mari kita telusuri tradisi Tahun Baru Korea Utara yang tidak biasa.
Kalender Juche: Tahun Baru Versi Korea Utara
Satu hal mendasar yang membuat Tahun Baru di Korea Utara berbeda dari negara lain adalah sistem penanggalan yang mereka gunakan. Alih-alih mengikuti kalender Masehi sepenuhnya seperti kebanyakan negara lain, Korea Utara menggunakan kalender Juche, sebuah sistem waktu yang dimulai dari tahun kelahiran Kim Il-sung, sang pendiri negara.
Tahun 2025 Masehi, misalnya, dianggap sebagai tahun Juche 114. Meskipun kalender Masehi masih digunakan di beberapa dokumen resmi internasional, masyarakat Korea Utara didorong untuk menggunakan kalender Juche dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, perayaan Tahun Baru di negara ini bukan hanya tentang menyambut tahun baru, tetapi juga memperingati kekuatan ideologi negara.
Tidak Ada Kembang Api di Tengah Kota
Berbeda dari kota-kota besar di dunia seperti New York, Sydney, atau Seoul yang dipenuhi cahaya kembang api saat malam Tahun Baru, di Pyongyang—ibu kota Korea Utara—pesta kembang api bukanlah sesuatu yang umum dilihat rakyat biasa. Terkadang pemerintah memang menyelenggarakan pertunjukan kembang api di tempat-tempat tertentu, tetapi ini sangat terbatas dan lebih bersifat simbolis.
Kembang api di Korea Utara bukanlah bagian dari perayaan rakyat, melainkan pertunjukan untuk memperlihatkan kekuatan negara. Rakyat biasa lebih banyak merayakan di rumah, tanpa pesta besar, tanpa musik keras, dan tanpa hitung mundur tengah malam yang heboh.
Waktu untuk Menghormati Pemimpin, Bukan Diri Sendiri
Jika di banyak negara Tahun Baru dimaknai sebagai waktu refleksi pribadi atau perayaan keluarga, maka di Korea Utara nuansanya sangat berbeda. Tahun Baru lebih berpusat pada penghormatan kepada para pemimpin negara, terutama Kim Il-sung dan Kim Jong-il.
Pada tanggal 1 Januari pagi, sebagian besar warga Korea Utara akan:
-
Mengunjungi Monumen Mansudae untuk memberikan penghormatan di depan patung para pemimpin.
-
Menonton siaran pidato Tahun Baru dari pemimpin tertinggi (yang dulunya selalu dilakukan oleh Kim Jong-un).
-
Meletakkan bunga atau karangan di depan potret Kim Il-sung dan Kim Jong-il di rumah atau kantor.
Tradisi ini sudah mendarah daging dan bukan sekadar kebiasaan, melainkan kewajiban yang tidak tertulis, dan dianggap sebagai bentuk loyalitas serta rasa syukur atas “kepemimpinan besar” negara.
Tidak Ada Libur Panjang
Berbeda dari Korea Selatan yang memiliki hari libur nasional untuk Tahun Baru Imlek maupun Tahun Baru Masehi, Korea Utara tidak secara resmi memberi libur panjang kepada warganya. Bahkan, dalam beberapa dekade terakhir, laporan menyebutkan bahwa rakyat tetap bekerja seperti biasa, kecuali pada tanggal 1 Januari.
Hari Tahun Baru adalah satu dari sedikit hari yang diizinkan untuk berkumpul bersama keluarga, tetapi aktivitasnya tetap dalam batasan. Tidak ada acara bepergian jauh, apalagi liburan luar kota. Transportasi umum pun tetap beroperasi terbatas.
Tahun Baru Imlek Tidak Begitu Diperingati
Meskipun budaya Tiongkok pernah memberikan pengaruh besar terhadap semenanjung Korea, Tahun Baru Imlek (Lunar New Year) tidak dirayakan secara luas di Korea Utara. Hal ini berbeda jauh dengan Korea Selatan yang menjadikan Seollal (Tahun Baru Imlek) sebagai hari libur nasional dengan ritual leluhur dan kumpul keluarga.
Di Korea Utara, fokus perayaan hanya pada tanggal 1 Januari (Tahun Baru Masehi/Juche), dengan sedikit atau bahkan tidak ada ritual tradisional Imlek. Ini adalah bagian dari upaya rezim untuk menciptakan identitas kebudayaan tersendiri yang tidak tergantung pada pengaruh luar.
Menonton Siaran Pidato Tahun Baru
Salah satu momen yang ditunggu-tunggu di Korea Utara pada awal tahun adalah siaran pidato Tahun Baru dari pemimpin tertinggi. Dalam pidato ini, sang pemimpin tidak hanya menyampaikan pesan untuk tahun mendatang, tetapi juga menyampaikan garis besar kebijakan negara, tujuan ekonomi, serta pujian terhadap kekuatan militer dan ideologi Juche.
Pidato ini biasanya ditonton secara kolektif, baik di tempat kerja, sekolah, maupun melalui layar besar di ruang publik. Warga diharapkan menyimak dengan penuh perhatian, bahkan mencatat poin-poin penting untuk dibahas kemudian dalam diskusi ideologis.
Hidangan Tahun Baru: Simbol Kesederhanaan dan Kesatuan
Tidak ada pesta besar dengan daging panggang, seafood mewah, atau hidangan mancanegara. Makanan Tahun Baru di Korea Utara tetap dalam batasan pangan yang tersedia. Beberapa hidangan umum yang sering dikonsumsi saat perayaan adalah:
-
Sup mi gandum atau tepung jagung.
-
Kimchi rumahan.
-
Kue beras kukus (tteok).
-
Ikan kering yang diasinkan.
Di kota besar, keluarga dengan koneksi atau akses ke toko khusus kadang bisa menikmati minuman keras lokal atau daging. Namun untuk sebagian besar rakyat di pedesaan, makanan Tahun Baru tetap sederhana dan kadang-kadang lebih simbolik daripada meriah.
Aktivitas Anak-Anak: Bukan Main Kembang Api, Tapi Parade dan Lagu
Jika anak-anak di negara lain menyambut Tahun Baru dengan petasan, kembang api kecil, atau pesta keluarga, anak-anak di Korea Utara merayakan dengan cara yang jauh lebih disiplin. Mereka sering mengikuti:
-
Parade sekolah dengan membawa bendera negara.
-
Menyanyikan lagu-lagu patriotik untuk pemimpin.
-
Membuat kartu ucapan untuk “Ayah Pemimpin” di sekolah.
Bahkan sejak usia dini, semangat kolektivisme dan loyalitas terhadap negara sudah ditanamkan pada anak-anak lewat aktivitas Tahun Baru yang terstruktur.
Tahun Baru: Waktu yang Sulit untuk Beberapa Kalangan
Meskipun secara resmi pemerintah mempromosikan kebahagiaan dan semangat baru, kenyataan di lapangan sering kali berbeda. Tahun Baru bagi beberapa kalangan rakyat Korea Utara menjadi momen yang sulit, terutama mereka yang berada di wilayah pedesaan atau tidak memiliki koneksi politik.
Pasokan makanan sering tidak mencukupi, dan musim dingin di awal tahun menjadi tantangan berat bagi yang tidak memiliki pemanas memadai. Beberapa laporan dari pembelot bahkan menyebutkan bahwa Tahun Baru bisa terasa “kosong” dan tidak menggembirakan, karena tidak ada ruang bagi ekspresi individual dan perayaan bebas.
Hadiah Tahun Baru? Hanya untuk yang “Berprestasi”
Di Korea Utara, hadiah Tahun Baru tidak dibagikan secara bebas atau atas dasar kasih sayang seperti di negara lain. Biasanya, hanya individu yang menunjukkan “kesetiaan tinggi” kepada negara, atau anak-anak sekolah yang mendapatkan nilai sangat baik dan menunjukkan semangat revolusioner yang tinggi, yang berhak menerima hadiah dari negara.
Hadiah tersebut bisa berupa:
-
Buku propaganda edisi khusus.
-
Mainan sederhana.
-
Seragam sekolah baru.
-
Potret pemimpin dengan bingkai.
Bagi masyarakat biasa, hadiah Tahun Baru hanyalah impian atau kenangan kolektif yang dibentuk melalui propaganda, bukan realitas sehari-hari.
Tidak Ada Countdown dan Musik Pop
Hitung mundur malam Tahun Baru yang ramai dengan musik dan pesta bukanlah bagian dari kehidupan rakyat Korea Utara. Tidak ada acara televisi spesial, tidak ada konser bintang pop, dan tentu saja tidak ada DJ atau artis internasional seperti di Seoul atau Tokyo.
Malam Tahun Baru biasanya sepi, gelap (karena listrik terbatas), dan hanya diisi dengan siaran radio negara yang memutar lagu revolusioner. Untuk sebagian rakyat, hari ini hanyalah pergantian tanggal, bukan momentum personal.
Perayaan yang Terkendali dan Penuh Makna Negara
Secara keseluruhan, tradisi Tahun Baru di Korea Utara bersifat seremonial, politis, dan terkendali. Semua aspek perayaan, mulai dari waktu bangun, makanan yang dikonsumsi, hingga aktivitas publik, diarahkan untuk memupuk rasa nasionalisme dan loyalitas terhadap pemimpin.
Bukan kebahagiaan pribadi atau keluarga yang menjadi fokus, melainkan bagaimana rakyat bisa menjadi bagian dari narasi besar yang ditetapkan negara.
Tahun Baru di Korea Utara—Antara Simbolisme dan Realitas
Tahun Baru di Korea Utara bukanlah pesta kembang api atau malam penuh sukacita, melainkan sebuah perayaan yang sangat dibingkai oleh ideologi. Tradisi mereka yang berbeda ini mencerminkan cara negara menanamkan rasa kebersamaan dan ketaatan, namun juga menyisakan ruang untuk merenung: bagaimana kehidupan rakyat biasa yang tidak memiliki kebebasan untuk merayakan dengan cara yang mereka inginkan?
Meskipun dari luar terlihat tenang dan teratur, banyak hal tersembunyi di balik tirai Korea Utara yang belum bisa benar-benar dipahami dunia luar. Tradisi Tahun Baru mereka adalah salah satu gambaran paling jelas bagaimana ideologi bisa membentuk cara hidup bahkan dalam momen yang semestinya menjadi waktu kebebasan, harapan, dan perayaan.