Makanan Fermentasi Lain Selain Kimchi yang Populer di Korea

Makanan Fermentasi Lain Selain Kimchi yang Populer di Korea

infokorea – Ketika mendengar “makanan fermentasi dari Korea”, pikiran banyak orang pasti langsung melayang ke satu nama yang sangat mendunia: kimchi. Makanan pedas yang dibuat dari sawi putih ini memang telah menjadi ikon kuliner Korea, bahkan diakui UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda. Namun, sebenarnya dunia fermentasi dalam kuliner Korea jauh lebih luas dari sekadar kimchi. Tersembunyi di dapur-dapur tradisional maupun restoran modern Korea adalah ragam makanan fermentasi lain yang tak kalah menggugah selera dan kaya akan manfaat.

Artikel ini akan mengulas panjang lebar tentang beragam makanan fermentasi selain kimchi yang telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Korea. Mulai dari bumbu dapur, saus, hingga lauk pendamping nasi, semuanya memiliki satu kesamaan: proses fermentasi sebagai bentuk warisan budaya, sekaligus inovasi alamiah dalam menciptakan rasa yang kompleks dan bergizi tinggi.

Fermentasi dalam Budaya Korea: Lebih dari Sekadar Proses Memasak

Fermentasi di Korea bukan sekadar teknik untuk memperpanjang umur simpan makanan. Ini adalah filosofi, sebuah pendekatan hidup yang menyatu dengan musim, bahan lokal, dan harmoni alam. Dalam bahasa Korea, istilah “fermentasi” dikenal dengan kata 발효 (balhyo), yang mencerminkan proses biokimia alami yang menghasilkan cita rasa khas dan nilai gizi yang tinggi.

Ratusan tahun sebelum lemari pendingin ditemukan, masyarakat Korea telah memanfaatkan fermentasi untuk menjaga makanan tetap awet, terutama di musim dingin. Lebih dari itu, fermentasi juga dianggap menciptakan energi baik bagi tubuh—memperkuat sistem pencernaan, meningkatkan daya tahan tubuh, dan membantu penyerapan nutrisi.

1. Doenjang (된장): Pasta Kedelai Fermentasi yang Kaya Umami

Doenjang adalah salah satu hasil fermentasi tertua di Korea. Pasta ini dibuat dari kedelai yang telah direbus, dihaluskan, lalu dibentuk menjadi blok besar yang disebut meju. Blok meju ini kemudian digantung dan dibiarkan berfermentasi alami selama berbulan-bulan, sebelum akhirnya ditumbuk dan dicampur air garam.

Doenjang memiliki tekstur kasar dan rasa asin dengan aroma yang tajam, namun sangat kaya umami. Biasanya digunakan sebagai dasar untuk membuat sup doenjang-jjigae, bumbu sayuran, atau saus cocol.

Selain cita rasanya yang khas, doenjang juga dikenal tinggi akan enzim dan probiotik alami. Kandungan isoflavon dari kedelai dalam doenjang disebut-sebut membantu menurunkan kadar kolesterol dan menjaga kesehatan hormon.

2. Gochujang (고추장): Saus Cabai Fermentasi yang Ikonik

Jika kimchi adalah bintang utama, maka gochujang adalah saus pendukung yang selalu ada di balik layar. Terbuat dari campuran cabai merah bubuk, beras ketan, doenjang, dan garam, gochujang difermentasi dalam tempayan keramik selama berbulan-bulan hingga setahun.

Hasil akhirnya adalah pasta berwarna merah tua dengan rasa pedas, manis, asin, dan sedikit pahit—sebuah harmoni rasa yang kompleks. Gochujang digunakan dalam berbagai hidangan populer Korea seperti bibimbap, tteokbokki, atau sebagai saus marinasi untuk daging bakar.

Berkat kandungan cabai dan fermentasi beras, gochujang juga mengandung capsaicin dan asam laktat yang baik untuk metabolisme tubuh dan kesehatan pencernaan.

3. Cheonggukjang (청국장): Fermentasi Ekstrem yang Kaya Protein

Meskipun tidak sepopuler doenjang, cheonggukjang adalah jenis fermentasi kedelai yang memiliki ciri khas sangat kuat: bau menyengat. Terbuat dari kedelai yang difermentasi dalam waktu singkat (sekitar 2–3 hari) menggunakan bakteri Bacillus subtilis, makanan ini menghasilkan tekstur lengket dan aroma tajam, mirip dengan natto dari Jepang.

Cheonggukjang biasanya diolah menjadi sup, dikenal dengan nama cheonggukjang-jjigae, yang dianggap sebagai hidangan rumahan bergizi tinggi. Kandungan proteinnya luar biasa tinggi, dan dipercaya membantu menurunkan tekanan darah, melancarkan buang air besar, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.

Bagi sebagian orang, butuh waktu untuk menyukai baunya. Namun begitu terbiasa, cheonggukjang sering menjadi makanan favorit karena kehangatannya dan efek menyegarkannya bagi tubuh.

4. Jeotgal (젓갈): Fermentasi Makanan Laut yang Gurih

Jeotgal adalah salah satu bentuk fermentasi tertua dalam kuliner Korea. Makanan ini merupakan hasil fermentasi berbagai jenis makanan laut seperti udang kecil, kerang, ikan teri, atau cumi-cumi yang dicampur garam dan dibiarkan hingga berbulan-bulan.

Ada berbagai macam jenis jeotgal, di antaranya:

  • Saeujeot (새우젓): Udang kecil fermentasi, sering digunakan dalam pembuatan kimchi.

  • Ojingeojeot (오징어젓): Fermentasi cumi-cumi, biasa dimakan sebagai lauk nasi.

  • Myeongnan-jeot (명란젓): Telur ikan pollack fermentasi, sangat populer sebagai topping nasi.

Jeotgal memiliki rasa asin yang pekat dan aroma khas laut. Kandungan proteinnya tinggi, serta menjadi sumber asam amino esensial dan vitamin B12.

5. Sikhae (식해): Nasi dan Ikan Fermentasi ala Korea

Sikhae adalah makanan fermentasi tradisional yang menggabungkan nasi, garam, dan ikan (biasanya ikan pollack, makarel, atau kod). Makanan ini berasal dari wilayah timur laut Korea dan biasanya disajikan sebagai lauk atau makanan musim dingin.

Prosesnya cukup panjang: nasi dimasak lalu dicampur dengan ikan mentah, dibumbui dan disimpan dalam wadah tertutup hingga terfermentasi alami. Hasilnya adalah hidangan dengan rasa unik—sedikit manis, asam, dan asin.

Sikhae mengandung mikroorganisme probiotik dari nasi dan ikan yang bermanfaat bagi usus, serta diyakini membantu tubuh beradaptasi dengan cuaca dingin.

6. Makgeolli (막걸리): Minuman Fermentasi Beralkohol Rendah

Fermentasi dalam budaya Korea juga merambah ke dunia minuman, salah satunya makgeolli, sejenis minuman beralkohol ringan yang berasal dari fermentasi beras. Dibuat dengan mencampurkan nasi kukus, air, dan nuruk (starter fermentasi), makgeolli memiliki rasa manis, sedikit asam, dan menyegarkan.

Berwarna putih susu dan agak kental, makgeolli sering disajikan dingin dalam mangkuk tradisional dan dikonsumsi bersama anju (makanan ringan saat minum). Kandungan alkoholnya rendah (sekitar 5–7%), dan ia juga mengandung enzim, laktobasilus, dan asam amino yang bagus untuk pencernaan.

Di era modern, makgeolli telah mengalami transformasi: tersedia dalam varian rasa seperti stroberi, kopi, hingga mangga, tanpa kehilangan keunikan fermentasinya.

7. Jangajji (장아찌): Sayuran Asin Fermentasi yang Renyah

Jangajji merupakan sayuran yang diawetkan dalam larutan garam, soy sauce (ganjang), atau gochujang. Proses fermentasinya berlangsung selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan.

Sayuran yang biasa digunakan antara lain:

  • Timun

  • Lobak

  • Bawang putih muda

  • Cabai hijau

Hasilnya adalah camilan renyah yang memiliki rasa asin-manis-pedas khas fermentasi, yang cocok menjadi pendamping nasi hangat. Karena kaya akan serat dan probiotik, jangajji juga membantu pencernaan tetap lancar.

8. Dongchimi (동치미): Kimchi Versi Lain yang Lebih Ringan

Meskipun tergolong sebagai jenis kimchi, dongchimi memiliki ciri khas tersendiri sehingga layak dibahas terpisah. Ia terbuat dari lobak putih, cabai, bawang putih, dan jahe yang difermentasi dalam air garam dingin tanpa pasta cabai merah.

Hasilnya adalah kuah bening yang menyegarkan dengan rasa asam ringan, sangat cocok dikonsumsi pada musim dingin. Dongchimi bisa disantap sebagai sup dingin atau menjadi kuah untuk mie dingin (naengmyeon). Karena tidak terlalu pedas dan lebih ringan, dongchimi sering menjadi pilihan untuk anak-anak atau orang yang tidak tahan cabai.

Mengapa Makanan Fermentasi Penting bagi Kesehatan?

Fermentasi tidak hanya mengubah rasa dan tekstur makanan, tetapi juga nilai gizinya. Mikroorganisme seperti lactobacillus dan bakteri asam laktat yang hadir selama fermentasi membantu:

  • Menyeimbangkan mikrobiota usus

  • Meningkatkan sistem kekebalan tubuh

  • Membantu produksi vitamin B kompleks

  • Mengurangi kandungan antinutrisi dalam makanan mentah

  • Memudahkan pencernaan protein dan karbohidrat

Dalam budaya Korea yang sangat memperhatikan keseimbangan tubuh, makanan fermentasi tidak hanya dilihat sebagai pengawet alami, tetapi juga penyeimbang energi dan penunjang vitalitas harian.

Tradisi dan Inovasi: Fermentasi Korea di Era Modern

Seiring waktu, makanan fermentasi Korea tidak hanya bertahan, tapi juga berkembang. Di zaman modern, banyak perusahaan makanan dan restoran mulai mengemas makanan fermentasi secara praktis, tanpa mengurangi nilai tradisionalnya. Bahkan, ada festival makanan fermentasi yang diselenggarakan rutin untuk merayakan dan mengedukasi masyarakat akan manfaatnya.

Koki-koki kontemporer juga mulai bereksperimen: menggabungkan jeotgal dengan pasta, menciptakan burger dengan saus gochujang, atau menjadikan doenjang sebagai bahan es krim gurih.

Sementara itu, masyarakat dunia juga mulai melirik makanan fermentasi Korea sebagai bagian dari gaya hidup sehat. Produk seperti doenjang, makgeolli, dan jangajji mulai masuk pasar internasional seiring meningkatnya tren gut health (kesehatan usus).

Lebih dari Sekadar Kimchi

Meskipun kimchi layak menyandang gelar ikon fermentasi Korea, dunia kuliner Korea menyimpan jauh lebih banyak permata tersembunyi. Dari pasta kedelai yang mengandung sejarah ribuan tahun, hingga minuman beras yang menyegarkan, makanan fermentasi Korea adalah bentuk ekspresi budaya, pengetahuan alamiah, serta bukti bagaimana manusia bisa menciptakan rasa dan kesehatan melalui proses sederhana namun mendalam.

Menjelajahi makanan fermentasi Korea sama dengan memahami jiwa masyarakatnya: tangguh, kreatif, bersahaja, dan selalu menghargai waktu serta keseimbangan. Dan lewat setiap suapan doenjang-jjigae atau tegukan makgeolli, kita diajak menyentuh sejarah panjang yang masih hidup dan terus berkembang hingga hari ini.